Dewasa ini aku belajar, bahwa kesunyian sangatlah keras. Memekakkan, mungkin ayahku menghabiskan seumur hidupnya untuk menghindari kesunyian. Saat berada dikesunyian, aku sulit untuk sadar dan tenang. Dalam kesenyapan dinihari, menempuh lampu yang lelap terlena. Dalam pelukan cahaya purnama, dalam pertarungan hidup yang sengit. Entah dititik mana semua terlihat sempurna, di tempat mana hati hening dan menikmatinya. Diujung jalan mana semua akan terasa begitu sederhana, hari-hari yang sulit, malam-malam yang rumit. Aku berjalan sendiri, tunduk akan takdir, aku menerima semuanya dengan senang hati, pasrah, lelah, berusaha untuk tidak putus asa. Aku manusia lemah, perjalanan yang jauh, tangisan yang sesak, dalam sunyi semuanya terdengar jelas. Waktu yang cepat berlalu, semua terasa menua, berbeda dan berubah. Ya... dunia tetap berlanjut, semesta terus menari, hari-hari akan berlalu seperti biasanya. Hanya perasaan dan kenangan yang tersisa, entah perasaan itu ...
Perseteruan P ramoedya A nanta T oer dan B uya H amka Pada tahun 1962, terjadi peristiwa sastra yang menghebohkan, karena sastrawan besar yaitu Buya Hamka dituduh oleh sastrawan-sastrawan komunis melakukan plagiasi terhadap buku Roman beliau yang sangat laris dan diminati banyak orang yaitu buku yang berjudul ’’tenggelamnya kapal Van Der Wijck”. Terjadinya peristiwa kehebohan sastra pada tahun itu dimulai dilakukan oleh sebuah harian Bintang Timur yang dipimpin oleh Pram oe dya A nanta Toer dan Rukiah kertapati, kedua orang ini adalah seniman ataupun sastrawan yang tergabung dalam LEKRA ( lembaga kebudayaan rakyat), di mana lekra ini berafiliasi dengan Partai Komunis Indonesia. Melalui bidang sastranya itu meloloskan sebuah tulisan yang memunculkan pada bulan-bulan berikutnya sebuah peristiwa sastra yang sangat menghebohkan, tulisan tersebut yang diizinkan melalui media yang dipimpin oleh Pram oe dya ananta Toer berjudul ”Aku mendakwah Hamka...