Strategi dalam
Negara
Strategi :
Negara dalam Negara Tahun 1926-27 Sukarno tampil untuk menjadi pemimpin politik
. Pekerjaan sebagai asisten di THS di tolaknya . Sukarno malahan mendirikan PNI
( Partai Nasional Indonesia ) sebagai jawaban bagi tawaran kerjasama dari pihak
Belanda ini . Pada waktu itu pergerakan Indonesia dalam keadaan yang sangat
suram .
Sejak
bangkitnya pergerakan kira - kira tiga puluh tahun yang lalu
perpecahan di dalam dan tekanan dari luar telah merusaknya. Keanekaragaman
masyarakat Indonesia , sukuisme , agama - agama , aliran - aliran isme -
ismenya serta konflik - konflik sosial menggoncangkan pergerakan ini .
Namun dari
semuanya juga dapat ditarik satu pelajaran bahwa rakyat dapat menghilangkan
apatismenya untuk ikut serta bergerak . Sarekat Islam membuktikannya . Dalam
waktu singkat Sarekat Islam dapat menarik ratusan ribu anggota - anggota yang
penuh semangat .
Sayangnya
partai dengan penganut massal yang pertama di Indonesia ini dalam keadaan
sangat merosot pada tahun 1927. Tujuan - tujuan Sarekat Islam ini tidak terlalu
jelas .
Baru kemudian
umpamanya Sarekat Islam menolak kerjasama dengan Belanda , dan menentang
kapitalisme . Kritik terhadap kapitalisme didasarkan atas agama dan bukan
karena struktur sosial.
Kalangan
pimpinan SI misalnya mengatakan bahwa a agama Islam menghalalkan bunga dan
bukankah sifat pokok kapitalisme adalah penganakan modal atau pemetikan bunga .
Jadi Islam
menentang kapitalisme dan para pemimpin SI menelorkan istilah "
kapitalisme yang berdosa ". Akan tetapi mengenai struktur dan akibat -
akibat buruk kapitalisme sendiri pimpinan SI tidak mengeluarkan suara.
Penghalalan
kapitalisme oleh agama tidak akan merubah keadaan . Dalam keadaan demikian
dengan mudah pengaruh pimpinannyah radikal , dan lebih mempunyai pikiran -
pikiran sosial.
Sarekat Islam
pecah menjadi Sarekat Hijau dan Sarekat Merah yang kemudian tumbuh menjadi PKI
. PKI mengorganisir pemberontakan 1926 terhadap Belanda akan tetapi
pemberontakan ini gagal .
Pemerintah
Belanda menunjukkan tangan besi untuk menghancurkan PKI serta melarangnya .
Ratusan orang dibuang ke Digul di Irian Jaya . Sejarah masa - masa terakhir
tersebut meninggalkan dua kesan yang kuat membekas pada Sukarno .
Daya tarik
Islam dan kemampuan PKI untuk mengorganisir pemberontakan pertama dalam skala
nasional . Pada tahun 1926 Sukarno menerbitkan tulisan pertamanya yang matang
dalam Indonesia Muda : " Nasionalisme , Islam dan Marxisme . "
Pikiran pokok
di sini adalah nasionalismenya . Dengan cermat dia melihat bahwa suatu ide
nasionalisme yang lebih dipertajam dengan tujuan - tujuan yang jelas akan dapat
diterima semua dalam keadaan pergerakan pada waktu itu dan dengan itu
mengorganisir kembali pergerakan .
Tulisannya
terutama ditujukan kepada elite pergerakan dan bukan kepada rakyat. Tercantum
dalam konsepsi Sukarno seruan kepada para cendekiawan dan orang orang Indonesia
yang berpendidikan karena rakyat yang buta huruf . " Golongan - golongan
mereka biasanya memiliki kecurigaan terhadap konservatif , " katanya ,
menganggap rakyat kecil puas dengan nasibnya , puas dengan menonton peristiwa -
peristiwa sejarah dan hanya mengabdi pada tuan - tuannya .
Kepuasan ini
menurut Sukarno telah hilang dan bersama itu hilang pula kepercayaan rakyat
kepada para penguasa . Rakyat tidak lagi menerima begitu saja pembagian
masyarakat antara kaya dan miskin seperti dalam keadaan masyarakat tradisional
.
Pada kesempatan
lain Sukarno masih akan menulis dan kita sendiri masih ingat pada ucapan -
ucapannya di kemudian injak . " hari : " cacingpun bisa bangkit ,
bila diinjak Sukarno dalam tulisannya tadi mencoba meyakinkan golongan -
golongan Islam dan nasionalis untuk tidak Marxis - phobi . " Saya bukan
orang komunis , saya tidak memihak ! Saya hanya menghendaki kesatuan , kesatuan
Indonesia dan persaudaraan di antara berbagai gerakan . " Persatuan ini
akan merupakan jembatan emas yang mengantar ke pintu
Namun dasar
bahwa Sukarno merasa Marxisme , adalah esensial dalam perjuangan mungkin
terletak pada pertumbuhan intelektual Sukarno sendiri yang demikian dipengaruhi
oleh Marxisme .
Nasionalisme
maupun Islam dirasakan sebagai paham - paham yang kurang tajam untuk
menganalisa Marxisnya pada fenomena imperialisme dan tidak sampai ke masyarakat
Indonesia . Justru sebaliknya menurut penilaian R. McVey , Sukarno melihat
rakyat ini sebagai suatu kelompok yang tidak terbagi - bagi dalam kelas tetapi
sebagai suatu massa yang tak berbeda - beda . Aliran serta isme - ismelah yang
membagi masyarakat dan bukan kedudukan sosial - ekonomi .
Persatuan yang
ingin dicapai nya ini adalah melalui pemimpin - pemimpinya . Dalam hal ini
Sukarno rupanya dipengaruhi oleh perkembangan analisa para sarjana pada waktu
itu mengenai masyarakat Indonesia , di mana masyarakat terbagi dalam golongan
elite ( priyayi ) dan rakyat kecil ( wong cilik ) , yang memang juga merupakan
pandangan tradisional .
Sukarno berbeda
dengan Lenin tokoh revolusioner zaman Sukarno muda yang mencapai
tujuannya melalui disiplin sebagian masyarakat yaitu golongan proletar .
Sukarno pada gilirannya ingin mencapai revolusi dengan konsepsi rakyat ini .
Sukarno justru
melihat bahwa kaum proletar di Indonesia lemah . Tidak ada atau belum ada
karena sistem eksploitasi Belanda yang terlalu banyak memeras dan memerlukan
Indonesia sebagai tempat buruh murah .
Ini juga
menyebabkan Sukarno dan kebanyakan pemimpin pergerakan nasional menolak taktik
- taktik Gandhi di India , sebab kata mereka untuk melancarkan gerakan -
gerakan pemboikot ekonomi kolonial diperlukan golongan menengah yang kuat yang
ada di India tetapi tidak ada di Indonesia .
Tampilnya
Sukarno dengan konsep nasionalismenya pada saat di mana pergerakan mendapat
pukulan dan hambatan dan di tengah - tengah kekacauan tujuan , membuka suatu
babak baru dalam perkembangan nasionalisme Indonesia .
Fokus baru
diberikan Sukarno bagi pergerakan dan bagi semua orang yang terlihat dalam
politik atau sadar akan politik . Dengan aksi dan programnya Sukarno bertindak
seolah - olah telah berdiri suatu negara di dalam negara kolonial .
Salah seorang
pendengar pidato Sukarno mengatakan bahwa pada saat itu dia seperti
percaya bahwa Indonesia telah merdeka . Dengan susah payah Sukarno akhirnya
berhasil mendirikan PPPKI ( Permoefakatan Perhimpoenan - Perhimpoenan Politik
Kebangsaan Indonesia ) di mana PNI mendapat peranan penting .
Tetapi tahun
1930 diadakan razia terhadap PNI dan Sukarno ditangkap . Di depan pengadilan ,
Sukarno lalu mengucapkan tuduhan klasiknya terhadap imperialisme . Sukarno
kolonialisme baru dihukum dua tahun dan sekeluarnya dari penjara dia terjun
lagi ke dalam kancah politik .
Pada tahun 30 -
an ini di dalam penjara dan pembuangan Sukarno mendefinisikan konsepsi
rakyatnya lebih lanjut dengan melahirkan Marhaenisme .
Pada suatu
waktu Sukarno berjalan jalan di desa dan bertemu dengan seorang tani . Ketika
ditanyakan siapa yang memiliki tanah yang sedang dikerjakan , sang petani
menjawab , " Milik saya , " " Siapa yang memiliki pacul itu ?
" milik saya , " katanya lagi , " Siapa yang memiliki alat -
alat pertanian itu ? " " Milik saya " , jawab petani sekali lagi
. Petani itu bernama Marhaen . Jelas , kata Sukarno , si petani tidak menjual
tenaganya pada majikan sebagai seorang proletar . Si petani memiliki alat -
alat produksi .
Panen adalah panennya
sendiri . Akan tetapi petani Marhaen ini tetap miskin . Usahanya hanya sekedar
untuk melangsungkan hidup dari harta miliknya . Rakyat Indonesia menurut
Sukarno adalah jutaan Marhaen Marhaen seperti itu kalau bukannya sebagian
terbesar berada dalam keadaan Marhaen .
Demikian juga
para tukang besi , penjual di pasar , penjual sate / soto dan pedagang -
pedagang kaki lima adalah Marhaen . Kemiskinan mereka ini adalah karena
kolonialisme . Marhaen ini tidak akan berubah menjadi pelopor dan kekuatan
revolusi kalau kesadaran mereka tidak dibangun . Yang menarik di sini adalah
bahwa fokus Sukarno mengenai rakyat adalah sebenarnya " entrepreneur kecil
" .
Persoalan
hubungan hubungan di dalam masyarakat ini tidak dilihatnya . Sukarno
mengabaikan golongan golongan seperti lurah , pamong desa , atau marhaen -
marhaen yang mempunyai milik lebih besar ataupun tengkulak dan juragan juragan
batik yang kaya .
Pun tidak
dipersoalkan Sukarno jutaan rakyat yang tidak memiliki tanah tetapi kerja
sebagai penggarap atau buruh - tani , karena mengemukakan hal - hal ini hanya
akan berarti memecah belah . Di sini rupanya Sukarno mempersoalkan strategi
pergerakan yang harus membangkitkan marhaen dengan memperhatikan nasib mereka
juga .
Buruh tani dan
lain - lain rupanya diperkirakan akan terlalu apatis untuk dapat menghadapi
dunia luar . Namun bagi Sukarno yang menjadi pertimbangan utama untuk melancarkan
konsepsi Marhaen adalah buat meyakinkan elite Indonesia yang terdidik untuk
menghilangkan konsepsi - konsepsi tradisional kaum elite ini adalah seperti
tercantum dalam kata - kata " rakyat bodoh" kampungan" orang
dusun " dan seterusnya .
Ungkapan
semacam ini demikian berlimpah baik dalam bahasa Indonesia maupun bahasa bahasa
daerah . Konsepsi tradisional elite ini didobrak dan diganti dengan istilah
Marhaen . Sebab proletar tidak cocok malahan akan lebih mengagetkan elite .
Terlepas dari
masalah apakah itu strategis atau tidak , akan tetapi Sukarno bercita - cita
untuk menunjukkan bahwa Marhaen adalah sebagian besar rakyat Indonesia . Dan ,
mereka juga mempunyai hak untuk hidup .
Komentar
Posting Komentar