Manusia Dalam Kemelut Sejarah
Soekarno : Mitos dan Realitas
Ayahnya seorang
guru. Kondisi keluarganya sedikit lebih baik dari pada golongan marhaen yang
nanti nasibnya diperjuangkan soekarno. Pendidikan soekarno menempatkannya dalam
kalangan atas masyarakat Indonesia : ELS (Sekolah Menengah Belanda ), tamat
tahun 1921.
Tahun 1927, Ketika
soekarno memulai karir politik sesungguhnya, tidak lebih dari 78 orang Indonesia
yang mempunyai ijazah HBS. Ini berarti satu diantara 7 juta manusia Indonesia memiliki
ijazah tersebut.
Lebih sedikit
lagi orang yang tamatan universitas seperti Ir. Soekarno. Tanpa memperhatikan
ras,agama, asal suku dan bangsa, orang-orang Indonesia yang berpendidikan
tinggi merupakan suatu elite sendiri.
Mereka saling mengenal, berhubungan erat,
merasa setingkat dan agak sinis satu sama lain, namun berstau karena adanya
suatu jurang dalam yang memisahkan mereka dari rakyat yang buta huruf dan dicengkram
keterbelakangan. Neopriyayisme mudah timbul di antara mereka.
Selama masa Pendidikannya,
soekarno berdiam di rumah tjokrominoto, pemimpin sarekat islam yang karismatik.
Dengan mudah soekarno yang cerdas diperkenalkan kepada kalangan nasionalis,
anggota jong java, anggota SI. Sejak 1911 sokarno telah menerbitkan
tulisan-tulisan pertamanya dalam penerbitan-penerbitan nasionalis.
Oetoesan Hindia,
disana tulisannya : “hancurkan segera kapitalisme yang dibantu oleh budaknya imperialisme.
Dengan kekuatan islam insya Allah segera dilaksanakan.”
Dalam suatu
pertemuan jong java, bagian dari budi utomo, soekarno mengagetkan semua hadirin
dengan penolakannya untuk mempergunakan bahasa jawa kromo. Sebab sebagai
penganut jawa Dwipa (Gerakan untuk menghapuskan pemakaian tingkatan-tingkatan
dalam bahasa jawa) yang lahir di Surabaya, dia menolak dan memakai bahasa jawa
ngoko (rendahan).
Dengan jelas
soekarno ingin menghilangkan kedudukan elitisnya atau menghapuskan elitism. Populisme
soekarno terlihat juga pada tulisannya pada tahun1921, Ketika perkumpulan jong
java, jong ambon, jong sumatera, dll, mereka merencanakan persatuan. Ini anggapnya
tak berguna, soekarno menulis untuk apa mengejar cita-cita yang muluk-muluk,”para
intelektual harus memikirkan nasib rakyat.”
Sikap terakhir
ini memang sangat berlainan dengan sikap-sikapnya
di kemudian hari untuk menggalang persatuan.
Yang menarik
dari soekarno di sini adalah tiga unsur pokok-pokok pemikirannya, yakni anti elitisme,
anti imperialism-kolonialisme. Dan bagi soekarno ketiga-tiganya identic dengan
nasib rakyat. Pemikiran dasar ini akan tetap menjadi tema soekarno.
Komentar
Posting Komentar