K.H.
Ahmad Dahlan)
Ngaji
Filsafat 256 : K.H. Ahmad Dahlan – Pendidikan
Edisi
: Filsafat Pendidikan
Narasumber
: Dr. Fahruddin Faiz,M.Ag
Peresume
: Wildan Salsabila Lubis
K.H.Ahmad
Dahlan : Pendidikan
“Kebenaran
dari siapapun harus tetap kita terima, kalo itu kebenaran.“
K.H.
Ahmad Dahlan adalah seorang pendiri organisasi keagamaan yakni Muhammadiyah.
Dari sisi silsilah beliau adalah keturunan ke 12 Maulana Malik Ibrahim, 2 kali
berguru ke makkah. Seorang pendidik, wirausahaan, seniman, suka permainan
olahraga, berdakwah sambil touring dan berdagang ciri khasnya.
Kegelisahaan
K.H.Ahmad Dahlan Terhadap Umat Islam Dizaman Jajahan :
Umat
islam di masa itu memiliki teologi pasrah, mental fatalistik ialah mudah
menyerah dengan dunia nyata atau keadaan, lalu mencari solusi dengan keyakinan
supranatural seperti tahayul, bidah, khurofat dll.
Contohnya
: -orang belanda sakit periksa dan berobat ke dokter.
-
orang pribumi sakit pergi ke dukun, mencari kekuatan supranatural yang
mengganggunya.
Menurut
K.H.Ahmad Dahlan ini disebabkan oleh kurangnya ilmu dan solusinya adalah
Pendidikan.
Ada asumsi yang harus di pahami dengan cerdas, rasa ketidaksukaan terhadap belanda harus kita filter, memang sikap penjajahan sangatlah tidak baik tapi ada hal baik yang dapat kita ambil.
Menurut K.H.Ahmad Dahlan ada bagian-bagian tertentu
yang dapat kita tiru misalnya pendidikan melalui sekolahan, itu lebih cepat dan
efektif dalam mencari dan menerima ilmu.
Gagasan-Gagasan
K.H.Ahmad Dahlan, Tujuh Falsafah Ajaran :
Kita manusia ini, hidup di dunia hanya sekali, untuk bertaruh: sesudah mati, akan mendapat kebahagiaankah atau kesengsaraan?
Dan ulama-ulama itu dalam
kebingungan, kecuali mereka yang beramal. Dan mereka yang beramalpun semuanya
dalam kekhawatiran, kecuali mereka yang ikhlas atau bersih.
Artinya
: Ilmu tanpa amal melahirkan kebingungan dan keduanya tanpa ke ikhlasan tiada
artinya. Kunci kebahagiaan dunia dan akhirat adalah Ilmu, Amal dan Ikhlas.
Kebanyakan
diantara manusia berwatak angkuh dan takabur, mereka mengambil keputusan
sendiri-sendiri. Merasa egois dan selalu merasa bisa sendiri.
Manusia itu kalau mengerjakan apapun sekali, dua kali, berulang-ulang, maka kemudian jadi biasa. Kalau sudah menjadi kesenangan yang dicintai, maka kebiasaan yang dicintai sukar untuk dirubah.
Sudah menjadi tabiat, bahwa kebanyakan manusia membela adat kebiasaan yang telah diterima, baik itu dari sudut keyakinan atau itiqad, perasaan kehendak maupun amal perbuatan.
Kalau ada yang akan merubah,
mereka akan sanggup membelanya dengan mengorbankan jiwa raga.demikian itu
karena anggapannya bahwa apa yang dimiliki adalah benar.
Artinya
: Kita harus mampu membuka diri, tetap kritis mana tau ada yang lebih baik atau
benar karena manusia di tuntun oleh kecendrungan jiwanya yang dibentuk oleh apa
yang biasa dikerjakan.
“Adakah
engkau menyangka, bahwasanya kebanyakan manusia suka mendengarkan atau
memiki-mikir mencari lmu yang benar?” (Al Furqon: 44)
Al
Qur’an mengatakan manusia akan lebih sesat daripada binatang jika
mempertuhankan hasrat atau hawa nafsunya saja.
“Manusia
tidak menuruti, tidak memperdulikan sesuatu yang sudah terang bagi dirinya.
Artinya, diri sendiri, pikiran sendiri, sudah mengatakan itu benar, tetapi ia
tidak mau menuruti kebenaran itu karena takut kepada kesukaran, takut berat dan
macam-macam yang dikhawatirkan, karena nafsu dan hatinya sudah terlanjur rusak,
berpenyakit akhlaq, hanyut dan tertarik oleh kebiasaan buruk.”
“Kebanyakan
pemimpin-pemimpin rakyat, belum berani mengorbankan harta benda dan jiwanya
untuk berusaha tergolongnya umat islam dalam kebenaran. Malah pemimpin-pemimpin
itu biasanya hanya mempermainkan, memperalat manusia yg bodoh-bodoh dan lemah.”
“Pelajaran
terbagi dua bagian : 1. Belajar ilmu (pengetahuan dan teori) 2. Belajar amal
(mengerjakan, memperaktikkan). Semua pelajaran harus sedikit-sedikit, setingkat
demi setingkat, demikan pula dalam belajar amal, harus dengan cara bertingkat.
Kalau setingkat saja belum dapat mengerjakan, tidak perlu ditambah.”
Filsafat
Pendidikan K.H.Ahamad Dahlan : “Dadiho kijahi sing kemadjoen, adja kesel
anggonmu njamboet gawe kanggo moehammadijah.”
Kalimat
ini memiliki tiga makna :
·
Keshalehan
·
Kemajuan keilmuan (‘alim)
·
Pengabdian (‘amil)
Mengabdikan
ilmu dengan dasar kemajuan dengan basis kekiayian. Kunci pendidikan adalah
dilandasi dengan kesholehan, akhlak yang baik, kemudian penguasaan keilmuan,
disitulah lahir kemajuan, setelah itu pengabdian.
Pendidikan
Versi K.H.Ahmad Dahlan adalah :
“Ulama
Intelek” (ulama yang memiliki wawansan keilmuan yang luas ) atau “Intelek
Ulama” (ilmuan yang mempunyai wawasan keislaman yang memadai) keduanya sangat
penting.
Memadukan dua sistem pendidikan yang berlaku waktu itu (seperti system sekolah belanda yaitu pelajaran umum) dan sistem pesantren.
Keduanya sangat penting dan tidak
dapat dipisahkan. Sekolah umum ditambahkan pelajaran agama, dan sekolah agama
atau madrasah ditambahkan pelajaran umum.
Jadi,
cita-citanya K.H.Ahmad Dahlan adalah Pendidikan Integral, ialah pendidikan
antara umum dan agama saling berkaitan.
K.H.Ahmad
Dahlan juga sangat mendukung pendidikan untuk kaum perempuan agar menjadi
pribadi yang mandiri, dan kuat. Seperti menjadi seorang dokter dan bidang
lainnya.
Materi
Pendidikan Menurut K.H.Ahmad Dahlan Harus Mencakup 3 Wilayah :
Pendidikan
Moral, akhlak sebagai usaha menanamkan karakter manusia yang baik berdasarkan
Al qur’an dan As sunnah.
Pendidikan
Individu, sebagai bentuk professional atau ahli dalam bidang keilmuannya.
Pendidikan
Kemasyarakatan, ialah bagaimana membawa efek ilmu, manfaat, kontribusi positif
bagi masyarakat tersebut sesuai dengan tingkat kepahaman masyarakat.
Metode
Pendidikan K.H.Ahmad Dahlan :
Metode
Kontekstual, yaitu menjelaskan materi dengan dalam, menambahkan referensi
pendukung yang lain dan menjelaskan relevansinya dengan keadaan pada saat itu.
Metode
‘Amal Ilmiah, ialah mengajar dengan melihat situasi konkrit yang terjadi pada
saat itu. Seperti pengajaran pada surat Al Ma’un.
Metode
Dialog, ialah mengajar yang dimulai dengan materi yang ingin di bahas oleh
siswa. Diikuti tanya jawab, atau dialog antar guru dan siswa.
Etos
Guru dan Etos Murid
·
Etos guru adalah kesediaan untuk
memberikan ilmu dan teladan yang baik.
·
Etos murid adalah kesediaan untuk
selalu terbuka agar mau dan menerima atau bisa mengakui dan belajar pada
kebaikan orang lain.
Komentar
Posting Komentar